Senin, 11 Juni 2012

Laki_laki dan Tarombo Keluarga

Tugu Raja Panjaitan
MARTZ PANDJAITAN, INFO - Ketika saya kecil sering saya mendengar kata "TAROMBO". saat itu saya sama sekali tidak mengerti apa itu Tarombo,,apa pengaruhnya sama orang,,mau di pake ngapain tuh barang,,,blank sama sekali,,tak berminat, gitu lah istilahnya.


Saat kuliah, saya mulai belajar dikit2,,mulai pengen_pengen tahu apa itu Tarombo supaya gak di bilang "Orang Batak Nalilu",,,tahu gak apa itu orang batak nalilu,,,???? ya kamu benar, orang batak yang gak tahu asal usulnya,,,hehehehe,,n ternyata mempelajari Tarombo itu gak boleh setengah_setengah loh,,semua saling berkait. Mempelajari Tarombo berarti kita harus mempelajari tentang BATAK,,,sejarah, adat, asal muasal,,komplitlah semua di situ. Adalah Ompung saya, St Julius Stefanus Panjaitan (O. Saur Panjaitan) almarhum, yang menginspirasi saya untuk terus mempelajari tentang TAROMBO,,tentang BATAK,,ya intinya I LOVE BATAK,,gitulah,,,!!!! 


Begini nih kira_kira pengertian Tarombo itu,,,TAROMBO atau Silsilah adalah sejarah keturunan atau daftar asal usul seseorang dalam keturunan nenek moyangnya. Menelusuri silsilah atau Taromba merupakan kewajiban dari semua orang Batak. Mengetahui Tarombo berarti mengetahui jati dirinya sendiri sebagai SUKU BATAK. Tarombo Batak disusun menurut garis keturunan bapak dan anak laki_laki. Sampe di sini udah ngerti belonnnn,,,???? ya mudah_mudahan sudah ngerti lah. Kalo belonnnn ya di ngerti_ngerti in aja lah dulu,,,nanti juga ngerti sendiri,,,hehehehehe.

Berikut daftar Tarombo atau silsilah keluarga saya dari Si Raja Panjaitan sampai ke saya :



1.   RAJA PANJAITAN


2.   RAJA SITUNGO NADIBORNGIN PANJAITAN


3.   RAJA SIPONOT PANJAITAN


4.   RAJA SIJORAT PARALIMAN PANJAITAN


5.   OMPU SAMUANA PANJAITAN


6.   SANGGAK NADIBORNGIN PANJAITAN


7.   PAUNG BATARA GURU PANJAITAN


8.   DARI SOAMBATON PANJAITAN


9.   TUAN DIRUMA PANJAITAN


10. SABUNGAN RAJA PANJAITAN


11. DATU SINUR PANJAITAN / br NABABAN                                                        (O. Onda Panjaitan)


12. O. LATUS PANJAITAN / br SITUMEANG


13. ONDA PANJAITAN/ br HUTAGALUNG
      (O. Togong Panjaitan)


14. St JULIUS ST PANJAITAN / br SIMANUNGKALIT 
      (O. Saur Panjaitan)


15. Ds. CONSTANT WILMAR PANJAITAN / br SIANTURI 
      (O si Jeremy)


16. YUNITA ADERIA PANJAITAN, SE
      TETTY NOVEMBELINA PANJAITAN, SKM
      MARTZ R PANJAITAN, ST
      LASMA LARASITA PANJAITAN, SE
      JULIETA ADELAIDE PANJAITAN, SE


Dari urutan silsilah diatas, jelaslah bahwa saya, MARTZ R PANJAITAN adalah keturunan Panjaitan Nomor 16, Panjaitan Raja Siponot dari Matio,,dan kami adalah Pomparan (keturunan) dari Raja Panjaitan yang tidak boleh membangun rumah dengan motif batak (Ruma Gorga). Ini di karenakan adanya ikrar dari leluhur kami yaitu Tuan Diruma Panjaitan dengan ito nya (saudara perempuan) yang kawin dengan marga Sitorus, bahwa keturunan Tuan Diruma Panjaitan tidak boleh lagi membangun Rumah Batak (Ruma Gorga) biar bagaimanapun kekayaannya. Di karenakan ikrar ini jugalah maka banyak keturunan Tuan Diruma Panjaitan yang meninggalkan kampung halaman di Matio, Balige dan pindah ke daerah lain,,, dan Datu Sinur Panjaitan (O. Onda Panjaitan), yang merupakan leluhur kami, adalah cucu Tuan Diruma yang juga pindah dari Matio, Balige ke daerah baru yang di buka sendiri dengan tangannya di PANSINARAN, Sipaholon. Oleh karena itu, di dalam setiap kegiatan adat, keluarga kami tidak lagi memakai ADAT TOBA sebagaimana yang lazim di pakai setiap Marga Panjaitan sesuai dengan daerah asalnya di daerah Balige. Keluarga kami memakai ADAT SILINDUNG dalam setiap kegiatan adat oleh karena leluhur kami yaitu Datu Sinur Panjaitan (O. Onda Panjaitan) telah membuka kampung sendiri di Pansinaran, Sipaholon dan telah membaur dengan adat istiadat setempat,,,dan kampung itu dinamai PINGGAN MATIO, sebagai peringatan bagi kami anak cucunya (keturunannya) kelak bahwa keluarga kami telah meninggalkan Matio, Balige, kampung kami semula.


Nahhh,,,itu dia sekilas tentang keluarga kami,,,saatnya menjelaskan riwayat dari beberapa leluhur kami diatas, penjelasan riwayat beberapa leluhur kami ini saya dapat dari buku biografi Ompung saya (tulisan tangan asli Ompung saya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia), St. Julius Stefanus Panjaitan (O. Saur Panjaitan), yang merupakan salah satu tokoh pendiri sekaligus ketua umum Punguan Tuan Dibangarna kota Medan tahun 1950, dan juga salah satu tokoh pendiri Punguan Panjaitan Dohot Boruna kota Medan tahun 1955.




1. RAJA PANJAITAN


RAJA PANJAITAN adalah generasi ke_7  dari silsilah si RAJA BATAK,,anak TUAN DIBANGARNA,,cucu SIBAGOT NIPOHAN,,cicit SORBA DIBANUA,,,,,,Sorba Dibanua adalah anak TUAN SORIMANGARAJA,,cucu RAJA ISUMBAON dan cicit dari si RAJA BATAK.

Raja Panjaitan adalah anak buha baju (anak paling besar) Tuan Dibangarna,,adik2 nya yaitu : Silitonga, Siagian, Sianipar. Boru Hasibuan adalah istri dari Raja Panjaitan,,,oleh karena itu marga Hasibuan adalah BONANIARI BINSAR dari semua marga Panjaitan. Lumban Panjaitan adalah kampung halaman Raja Panjaitan. 


2. RAJA SITUNGO NADIBORNGIN

Raja Situngo Nadiborngin adalah anak si Raja Panjaitan,,Raja Situngo Nadiborngin adalah seorang Datu (pengobat) yang sakti, berkharisma dan berwibawa. Oleh karena kesaktian dan wibawanya semua orang hormat padanya. Menurut cerita ompung_ompung kami, nama Raja Situngu Nadiborngin di berikan oleh karena ketika lahir Raja Situngu di gua sipege, Matio, Balige, Raja Panjaitan membuat api unggun untuk menghangatkan badan di dalam gua tersebut sehingga membuat terkejut burung layang_layang yang tinggal di gua itu dan ini membuat burung layang_layang itu terbang ke sana kemari sehingga kotoran_kotoran dari gua dan tungo (kutu ayam) jatuh mengenai bayi si Raja Panjaitan tersebut, maka di namai lah bayi itu RAJA SITUNGO. Dan NADIBORNGIN di belakang nama Raja Situngo adalah gelar yang di berikan penduduk kepadanya oleh karena hingga larut malam pun Raja Situngo masih tetap bekerja dan mau melaksanakan tugas_tugasnya.


Raja Situngo Nadiborngin, sering berpindah_pindah dari satu daerah ke daerah yang lain untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Dengan kharisma yang di miliki maka tidak heran kalau banyak perempuan yang menyukainya. Secara resmi, Raja Situngo Nadiborngin punya 4 anak, yaitu : MARTIBIRAJA, RAJA DOGOR, RAJA SIPONOT dan RAJA SIJANGGUT. 


Di luar anak_anak resminya, Raja Situngo Nadiborngin juga punya beberapa anak sehingga berdasarkan adat dahulu kala yang mengatakan siapa yang menanam di daerah orang lain yang bukan kampungnya maka hasilnya adalah milik orang kampung tersebut, sehingga di buatlah PARPADANAN (ikrar persaudaraan, tidak boleh saling mengawini) dengan beberapa marga dimana Raja Situngo Nadiborngin pernah menetap. Marga_marga tersebut antara lain : Sibue, Sinambela, Simanullang. Dengan kata lain Parpadanan itu terjadi di karenakan  beberapa dari keturunan marga_marga tersebut secara tidak resmi adalah satu bapak dengan marga Panjaitan tetapi lain ibu. 

Raja Situngo Nadiborngin meninggal dan di kuburkan di Bakkara, tanah marga Sinambela, tanah kelahiran Raja Sisingamangaraja.



3. RAJA SIPONOT


Raja Siponot adalah anak ke_3 Raja Situngo Nadiborngin dari istri boru Hutapea. Raja Siponot lahir tidak disaksikan oleh Raja Situngo Nadiborngin karena saat itu Raja Situngo Nadiborngin pergi ke Bakkara. Ponot artinya pancuran, dinamai demikian karena ketika lahir Raja Siponot tidak disaksikan siapapun, seperti halnya air di telaga keluar kembali melalui pancuran. Sama seperti Raja Situngo Nadiborngin, Raja Siponot juga adalah seorang datu (pengobat, tabib) yang sakti, berwibawa dan berkharisma.


Raja Siponot tidak mengenal bapaknya, Raja Situngo Nadiborngin. Ketika remaja Raja Siponot bertanya kepada ibunya boru Hutapea mengenai siapa sebenarnya bapaknya, di jawab ibunya bahwa kelahiran Raja Siponot berbeda dengan orang lain, Raja Siponot jatuh dari langit dan keluar dari pohon bambu. Raja Siponot percaya dengan kata2 ibunya, itulah sebabnya ketika Raja Siponot mempunyai makanan yang enak maka ia membawanya sebagian ke pohon bambu.  Ini dilakukannya sampai Raja Siponot menjelang dewasa dan ibunya tidak melarang apa yang di lakukan Raja Siponot ini.

Semakin lama dan semakin dewasa Raja Siponot semakin bijak dan berkharisma, sehingga dia mulai berpikir tidak mungkin saya jatuh dari langit dan keluar dari pohon bambu, sehingga dia pun mulai menyelidiki siapa sebenarnya dia dan siapa bapaknya. Setelah dilihat ibunya bahwa Raja Siponot sudah semakin dewasa, maka ibunya pun bercerita siapa sebenarnya ayahnya. Dikatakan ibunya bahwa ayahnya adalah Raja Situngo Nadiborngin, terkenal kepintarannya sampai kedaerah lain, berjiwa penolong dan sering pergi kedaerah lain namun tetap kembali ke kampung asalnya. Ketika berangkat terakhir kali ke Bakkara saat Raja Siponot masih di dalam kandungan. 


Mendengar cerita ibunya, Raja Siponot bertekad untuk mencari bapaknya dan minta izin ke ibunya boru Hutapea untuk pergi ke Bakkara. Dengan berat hati ibunya memberi izin kepada Raja Siponot dan memberikan patahan batu asah yang dulu sebelum berangkat ke Bakkara pernah di tinggalkan Raja Situngo Nadiborngin kepada boru Hutapea sebagai tanda pengenal apabila kelak mencarinya.

Sesampainya di Bakkara, Raja Siponot bertanya_tanya kepada penduduk sekitar apakah mengenal Raja Situngo Nadiborngin. Banyak penduduk yang terheran_heran karena Raja Siponot mengatakan bahwa Raja Situngo Nadiborngin adalah bapaknya. Kemudian penduduk mengantar Raja Siponot ke kuburan Raja Situngo Nadiborngin dan di kuburan tersebut Raja Siponot menangis. Ketika seorang ibu melihat Raja Siiponot menangis di kuburan Situngo Nadiborngin, heranlah dia dan bertanya tentang siapa dirinya. Kemudian Raja Siponot menjelaskan bahwa dia adalah anak Raja Situngo Nadiborngin dari Balige. Ibu ini membawa Raja Siponot ke kampung dan memanggil para raja adat kampung untuk menjelaskan bahwa Raja Siponot adalah anak Raja Situngo Nadiborngin. Teringat akan kebiasaan Raja Situngo Nadiborngin dulu, maka para raja adat kampung membawa Raja Siponot ke gua tempat Raja Situngo Nadiborngin dulu sering bertapa dan berkata jika memang Raja Siponot adalah anak Raja Situngo Nadiborngin angkatlah batu penutup gua itu agar bisa bersemedi di dalamnya. Yang pertama mengangkat adalah anak ibu yang membawa Raja Siponot ke raja adat kampung bernama Raja Singa, batu berhasil di buka, kemudian tiba giliran Raja Siponot membuka pintu gua tersebut dan berhasil, maka semakin heranlah orang_orang karena tidak sembarangan orang bisa membuka batu penutup gua tempat Raja Situngo Nadiborngin dulu bersemedi. Untuk menghormati Raja Siponot maka tua_tua kampung mengadakan pesta untuk menyambut Raja Siponot. Di pesta inilah ketika Raja Siponot dan Raja Singa manortor (menari) mereka menyatukan patahan batu asah yang dulu di berikan Raja Situngo Nadiborngin kepada boru Hutapea, ibu Raja Siponot. Ternyata patahan yang satu lagi diberikan Raja Situngo Nadiborngin kepada Raja Singa, karena Raja Singa lah yang sering menemani Raja Situngo Nadiborngin melaksanakan tugas menolong banyak orang. Batu asah yang dulunya sudah terbagi dua, bersatu kembali seperti tidak pernah dipatahkan. Dengan kejadian ini maka ibu si Raja Singa berkata,,memang benar Raja Siponot adalah anak Raja Situngo Nadiborngin dan juga ayah si Raja Singa,,,terkejutlah semua orang karena sudah dewasa baru tahu siapa bapak si Raja Singa. Inilah awal Parpadanan antara marga Panjaitan dan Sinambela. Karena perkawinannya tak resmi maka oleh tua_tua adat si Raja Singa tidak boleh memakai marga Panjaitan tetapi tetap memakai marga dari suami ibu si Raja Singa yang telah meninggal yaitu Sinambela. Raja Siponot dan Raja Singa pun menjadi saudara (abang adik) dan berikrar bahwa keturunannya kelak tidak boleh saling mengawini, juga satu dalam pesta besar dimana marga Panjaitan lah raja dalam adat istiadat dan marga Sinambela raja dalam kerajaan. Keturunan Raja Singa inilah yang nantinya menjadi Raja Sisingamangaraja.




4. RAJA SIJORAT PARALIMAN

Raja Sijorat Paraliman adalah anak Raja Siponot. Ketika mengandung, istri Raja Siponot tidak seperti biasa, yang awalnya periang dan suka tertawa menjadi pendiam seperti orang alim. Ketika lahir bayi nya maka Raja Siponot menamainya Raja Paraliman. Dari kecil sudah nampak kalau Raja Paraliman berbeda dengan anak_anak lain.

Suatu ketika, kampung Panjaitan kedatangan tamu dari Bakkara yaitu Raja Singa Sinambela  adik Raja Siponot yang datang berkunjung untuk menemui abangnya Raja Siponot. Raja Singa datang dengan menunggangi kuda putih kesayangannya. Kuda ini sangat spesial, hanya Raja Singa yang bisa menunggangi kuda ini. Entah kenapa kuda ini lepas dari ikatannya, dan untuk menghormati tamu maka tua_tua kampung menyuruh anak_anak muda untuk menangkap kuda putih tersebut namun tak seorang pun yang bisa menagkapnya, malah banyak anak_anak muda kampung yang terluka. Karena tak ingin malu, maka tua_tua kampung menyuruh untuk memanggil Raja Paraliman. Dengan seutas tali, Raja Paraliman bisa menangkap kuda putih tunggangan si Raja Singa Sinambela. Ada yang aneh saat Raja Paraliman menyeret tali jerat tersebut, saat melintasi rumput, rumput itu menjadi tanah dan bila melintasi tanah, tanah itu menjadi rumput. Semua orang heran dan takjub dengan kesaktian Raja Paraliman. Maka Raja Singa Sinambela pun bertanya pada tua_tua kampung mengenai siapa gerangan pemuda yang telah menangkap kuda putih tunggangannya. Maka di jawab tua_tua kampung bahwa pemuda itu adalah Raja Paraliman, anak Raja Siponot, cucu Raja Situngo Nadiborngin. Setelah menyerahkan kuda putih itu, maka Raja Singa berkata pada Raja Paraliman bahwa dia adalah anak Raja Situngo Nadiborngin dari Bakkara yang datang untuk mengunjungi abangnya Raja Siponot. Maka teringatlah Raja Paraliman akan cerita bapaknya yang mengatakan bahwa dia punya adik di Bakkara bernama Raja Singa Sinambela, meraka pun berpelukan, dan Raja Singa didepan tua_tua adat memberi gelar kepada Raja Paraliman sebaga Raja Sijorat karena telah berhasil menjerat kuda putih keyangannya. Mulai dari situ maka jadilah Raja Paraliman menjadi RAJA SIJORAT PARALIMAN.


Raja Sijorat Paraliman lah yang menemani Raja Singa Sinambela menemui Raja Uti (Raja Biak_biak) di daerah barus, dan dia lah yang membantu Raja Singa mendapatkan 5 permintaan Raja Uti kepada Raja Singa, sehingga Raja Singa menjadi Raja Sisingamangaraja I. Raja Sisingamangaraja lah raja di wilayah barat (Hasundutan)  secara turun temurun mulai dari Raja Sisingamangaraj I - XII dan Raja Sijorat Paraliman lah raja di wilayah timur (Habinsaran) turun temurun mulai dari Raja Sijorat I - XI.


5. TUAN DIRUMA

Tuan Diruma adalah anak Darisoambaton dan cucu dari Paung Batara Guru. Tuan Diruma dikenal karena kekayaannya. Menurut cerita dari ompung ke ompung, pada masa inilah terjadi perjanjian antara Tuan Diruma dan ito nya yang kawin dengan marga Sitorus agar keturunan Tuan Diruma tidak boleh lagi mendirikan rumah batak (Ruma Gorga).

Begini nih ceritanya,,,,,,

Dahulu Tuan Diruma karena kayanya punya keinginan untuk mendirikan rumah batak (Ruma Gorga), maka di panggilnya lah iparnya (laenya) marga Sitorus untuk mencari tukang yang bisa membangun rumah batak dan ahli dalam mengukir motif2 batak. Tak berapa lama dapatlah tukang yang pintar dan di surulah anaknya membawa tukang_tukang tersebut ke Matio, Balige. Kemenakannya (anak itonya) tidur bersama tukang_tukang, terpisah dengan para pembantu. Ketika para Tukang sedang bekerja, salah satu tukang mengalami kecelakaan, tangannya kena pahat dan darah yang mengalir menetes mengenai ukiran yang baru di buatnya. Ketika dia melihatnya, timbul di pikirannya untuk mengecat ukiran itu dengan darahnya. Setelah kering, di lihatnya ukiran itu semakin indah. Ketika Tuan Diruma berjalan_jalan untuk melihat kerja para tukang, dilihatnya lah ukiran yang di buat oleh tukang itu tadi dan bertanya pada tukang cat apa yang telah di berikan kepada ukiran tersebut. Dijawab tukang itu bahwa ukiran itu di cat dengan darahnya yang luka saat bekerja. Lalu Tuan Diruma berkata coba lah lagi cari darah manusia untuk mengecat ukiran itu. Kedua tukang inipun berembuk untuk mencari darah manusia sebagai ganti cat untuk ukiran rumah batak tersebut, dan mereka pun bersepakat untuk mengorbankan pembantu Tuan Diruma. Saat malam tiba mulailah mereka melaksanakan rencananya, mereka mengendap_endap hendak menangkap pembantu Tuan Diruma. Entah bagaimana kejadiaannya, kemenakan Tuan Diruma malam itu pindah dari tempat tidurnya semula dan tidur bersama para pembantu, dan terjadilah salah penangkapan sehingga yang di potong tukang_tukang itu adalah kemenakan Tuan Diruma dan darahnya di tampung di dalam kaleng. Saat pagi, ketika hendak makan, Tuan Diruma memanggil kemenakannya untuk makan bersama, di cari kesana_kemari namun tidak ketemu. Ketika tukang-tukang itu melihat bahwa pembantu Tuan Diruma masih 2 orang dan tidak berkurang, terkejutlah mereka, namun mereka masih menyimpannya dan tidak memberitahukan kepada Tuan Diruma, malah mereka memberitahukan kemungkinan kemenakan Tuan Diruma pulang ke rumah bapaknya. Lalu Tuan Diruma menyuruh tukang_tukang itu untuk menyusul ke kampung, agar tenang hati Tuan Diruma. Sesampainya di kampung, ternyata tukang_tukang itu memberitahukan bahwa anaknya telah di potong pamannya sendiri, itulah sebabnya kami melarikan diri dari sana. Terkejutlah semua orang dan hal ini memancing emosi. Maka beramai_ramailah orang berkumpul untuk menyerang kampung Tuan Diruma. Melihat keadaan ini, ke_2 tukang tadi dengan dalih permisi dulu untuk ke rumah, malah melarikan diri ke daerah lain.

Ketika Tuan Diruma mengetahui akan ada penyerangan dari iparnya, di kumpulkanlah semua orang kampung untuk menghadang para penyerang. Setelah berhadap_hadapan di coba lah untuk berkompromi apa sebab mereka datang untuk menyerang. Setelah di beritahukan kejadian laporan dari ke_2 tukang, terkejutlah Tuan Diruma, karena merasa tidak memotong kemenakannya sendiri. Dijelaskan Tuan Diruma namun iparnya tidak menerima penjelasan dari Tuan Diruma. Mereka pun sepakat untuk berperang, pihak siapa yang kena tembak maka itulah yang bersalah. Setelah lama tembak menembak, ternyata tak satupun dari pihak yang bertikai yang tertembak. Setelah usai tembak menembak berundinglah mereka dan di bawa ke Matio. Didepan raja_raja adat di jelaskan Tuan Diruma lah kejadian dari awal sampai akhir yang dia ketahui, di jelaskan juga lah bahwa Tuan Diruma lah yang menyuruh ke_2 tukang untuk pulang kekampung untuk memastika apakah benar kemenakannya pulang ke rumah dan Tuan Diruma ingin bertatap muka langsung dengan ke_2 tukang tersebut untuk memastikan siapa yang benar dan siapa yang salah. Dan semua yang hadir terkejut karena ke_2 tukang di beritahukan telah melarikan diri.

Setelah Tuan Diruma selesai berbicara, datanglah Tuan Diruma dengan tetesan air mata memberikan ulos kepada iparnya sebagai tanda turut berduka cita atas meninggalnya kemenakannya. Pada saat itulah ito Tuan Diruma berkata dengan diiringi tangis meminta kepada Tuan Diruma agar sisa darah dalam kaleng jangan lagi di cat kan ke ukiran, demikian juga agar keturunan marga Sitorus mempunyai tali persaudaraan yang baik kelak dengan keturunan Tuan Diruma sehingga di minta agar keturunan Tuan Diruma tidak lagi mendirikan rumah batak (rumah Gorga) biar bagaimanapun kekayaannya. Sangat berat hati Tuan Diruma menyetujui permintaan iparnya ini, namun karena berat kesedihan itonya yang telah kehilangan anaknya, Tuan Diruma pun menyetujui permintaan iparnya ini. Itulah awalnya, keturunan Tuan Diruma tidak boleh lagi mendirikan rumah batak (Ruma Gorga). Sampai sekarang janji itu masih di laksanakan oleh keturunan Tuan Diruma.


6. DATU SINUR (Op, ONDA PANJAITAN)

Datu Sinur adalah anak dari Sabungan Raja dan cucu dari Tuan Diruma. Sejak kecil Datu Sinur telah belajar ketabiban (ilmu pengobatan)  dan ilmu bela diri. Berdasarkan cerita dari ompung saya, Datu Sinur sering pergi ke daerah lain untuk membantu orang_orang. Banyak penduduk yang sakit bisa disembuhkan, sehingga namanya di kenal oleh orang_orang baik didalam daerah maupun luar daerah. Oleh karena kehebatan Datu Sinur mengobati berbagai macam penyakit, penduduk pun memberi gelar DATU di depan nama SINUR. Disamping menyumbangkan pengobatan, para penduduk juga banyak yang belajar ketabiban dari Datu Sinur, namanya pun terkenal pada tahun 1850. 

Saat di Lintong Ni Huta, Datu Sinur kedatangan tamu dari Nagasaribu, memohon agar Datu Sinur mau datang ke kampung mereka untuk membantu perselisihan yang sedang berkecamuk antara teman semarga Nababan. Maka pergilah Datu Sinur ke kampung tersebut, kampungnya O. Jambu Nababan. Perselisihan tersebut terjadi karena masalah  pemilihan raja kampung, dimana keluarga yang mayoritas menindas keluarga yang minoritas agar  mereka menjadi raja kampung. Setelah di dengar apa yang menyebabkan perselisihan tersebut, sepakatlah Datu Sinur dan O. Jambu Nababan mengunjungi keluarga yang mayoritas, namun kedatangan mereka di hadang oleh keluarga mayoritas. dengan senjata lengkap. Dengan berani Datu Sinur menyongsong sendirian para penghadang tersebut, ditembak beberapa kali, tak satupun peluru mengenai Datu Sinur, dan Datu Sinur terus bergerak maju dengan tenang. Melihat ini, lawan pun ketakutan dan melarikan diri. Karena keberaniannya ini menyongsong lawan tanpa terkena peluru maka penduduk kampung memberi gelar kepada Datu Sinur yaitu DATU SINUR SIPANURUK. Dengan keberanian Datu Sinur ini, timbullah pemikiran dari tua_tua kampung agar Datu Sinur tetap di tinggal kampung  tersebut sehingga keluarga yang mayoritas tidak berani menekan atau membuat keributan di kampung mereka. Maka di usulkan lah agar Datu Sinur mau jadi menantu O. Hutajulu Nababan. Usul itupun diterima oleh Datu Sinur.  Datu Sinur pun menjadi menantu O. Hutajulu Nababan, perkawinan pun dilakukan secara adat. Tak berapa lama kemudian, tibalah bulan istrinya dan melahirkan bayi perempuan. Bersamaan dengan kelahiran bayi perempuannya, lahir pulalah seorang bayi laki_laki di keluarga O. Hutajulu Nababan, ayah mertua Datu Sinur.

Setelah besar, karena sempitnya pergaulan anak muda saat itu dan akibat pergaulan bebas, anak Datu Sinur yang paling besar dan anak O. Hutajulu Nababan yang merupakan ipar dari Datu Sinur yang lahirnya hampir bersamaan tersebut menyalahi adat istiadat. Ketika Dati Sinur pulang dari perjalanan mengobati penduduk, ketahuanlah bahwa anaknya telah mengandung anak iparnya sendiri, alangkah marah dan malunya Datu Sinur melihat penduduk sekitar. Sejak kejadian itu Datu Sinur jarang di rumah, banyak keluar daerah untuk menghilangkan kemarahan dan malu. Akibat perbuatan anak dan iparnya, maka mereka di hukum secara adat dengan mengusir mereka keluar dari kampung.

Karena kemarahan dan rasa malu, timbullah keinginan Datu Sinur untuk pindah dari Nagasaribu, dan bulat hatinya untuk pindah ke suatu daerah yang dilihatnya ketika membantu seseorang di daerah Gonting, Sipaholon. Datu Sinur pun menjumpai raja adat marga Situmeang dan menyampaikan maksudnya hendak tinggal di situ. Semua marga Situmeang setuju Datu sinur akan membuka kampung di daerah Sipaholon karena sangat membutuhkan orang_orang pintar. Maka masyarakat pun membantu Datu Sinur membuat perkampungan. Rumah dan persawahan pun selesai di buat dengan bantuan penduduk dalam waktu singkat. Setelah selesai maka Datu Sinur pun kembali ke Nagasaribu, memberitahukan keinginannya untuk pindah kepada istrinya. Kemudian Datu Sinur pun mohon izin kepada hula_hula Nababan. Dengan berat hati Hula_hula Nababan tidak bisa mencegah kepergian Datu Sinur dan mengizinkan Datu Sinur pindah ke daerah Sipaholon.

Tahun 1873, inilah awal sejarah keluarga kami hijrah ke Sipaholon dengan kedatangan Datu Sinur beserta keluarga, membuka kampung baru di daerah Sipaholon. Jumlah keluarga yang datang saat itu adalah 6 orang, Datu Sinur dan istri boru Nababan, 2 anak laki_laki dan 2 anak perempuan. Setelah selesai membenahi perkampungan, maka Datu Sinur pun mengundang para raja adat marga Situmeang untuk makan bersama di kampung yang baru di buka dan Datu Sinur pun menamakan kampung yang baru di buka itu PANSINARAN. Tidak lama setelah diresmikan kampung itu datanglah keluarga O. Guasa Siahaan dari Balige pindah ke Pansinaran.

Tak berapa lama kemudian semakin bertambah luas lah persawahan dan kebun yang di punyai oleh keluarga Datu Sinur dan hasilnya pun sangat memadai. Dengan bantuan dari 2 anaknya laki_laki dan 2 perempuan makin bertambahlah penghasilan keluarga ini. Persawahan yang luas di pinggiran kampung dinamakan oleh Datu Sinur PINGGAN MATIO, sebagai pertanda bagi anak cucu dan keturunannya kelak bahwa mereka telah meninggalkan Matio, Balige, kampung asalnya semula.

Anak sulung laki_laki Datu Sinur panjaitan kawin dengan anak tulang ni Donitian/Natan Situmeang, kemudian anak perempuannya kawin dengan marga Situmeang dari kampung Mahombu, Sipaholon, kemudian anak perempuan yang satu lagi kawin dengan marga Nababan dari Lumban Sitogu, Humbang. Tahun 1874, lahirlah anak dari anaknya yang paling tua, di buatlah namanya ONDA PANJAITAN, maka Datu Sinur pun menjadi OMPU ONDA PANJAITAN.


7. TAMBAK (BATU NA PIR) Op. ONDA DATU SINUR PANJAITAN / Br HUTAGALUNG






Tambak Op. Onda Datu Sinur Panjaitan / Br Nababan
Untuk mengenang leluhur, pada tanggal 13 Desember 1975, keturunan Datu Sinur Panjaitan membuat Tambak di daerah yang dulunya di buka oleh Ompung kami, Datu Sinur panjaitan di PANSINARAN, Sipaholon. Tambak inilah tempat tulang belulang leluhur kami yang telah hijrah ke Sipaholon dari Matio. Mulai dari Ompu Onda Datu Sinur Panjaitan / Br Nababan sampai kepada Ompung kami St. Julius Stefanus Panjaitan / Br Simanungkalit (O. Saur Panjaitan). Pansinaran, Sipaholon adalah kampung ke_2 bagi keluarga kami setelah Matio di Balige. Di kampung inilah pada hari minggu, tanggal 23 November 1912,  keluarga kami (Keluarga Onda Panjaitan/Br Hutagalung, gelar O. Togong Panjaitan), di baptis menjadi Kristen di sebuah Gereja kecil di Pintu Bosi. Sejarah Kekristenan keluarga kami di mulai di kampung ini. Walaupun  kampung ini pernah di tinggalkan oleh pomparan O. Onda Datu Sinur Panjaitan ke Batang Beruh Sidikalang, namun tidak akan pernah di lupakan oleh seluruh keturunan Op. Onda Datu Sinur Panjaitan, Matio asal kami, Pinggan Matio, Pansinaran, kampung kami. 


Inilah sejarah singkat keluarga kami / leluhur kami sampai akhirnya kami menjadi pemilik suatu kampung kecil di Pansinaran Sipaholon bernama,,,PINGGAN MATIO.














7 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. abang ... piga do anak ni op onda ???????

    BalasHapus
  3. Horas, bapak uda, tulang, tante, ito dan eha, perkenalkan saya rully yusuf panjaitan yang menurut mendiang ayah saya, saya itu panjaitan ke 16, nah karena saya ingin mendalami marga saya harap dibantu yah.

    BalasHapus
  4. Gimana ya saya nggak tahu pandjaitan yang ke berapa

    BalasHapus
  5. Boleh kasi tau saya..nama saya Adlin Panjaitan Tempat Tinggal di Asahan

    BalasHapus
  6. Sattabi ise do goarni oputta naparjolo mangalap boru siagian jala songondia do penjelasanna

    BalasHapus
  7. Molo na binoto, opat ma ompungta boru nialap ni ompungta Raja i Raja Sijorat Paraliman; na parjolo opmpungta boru Sitorus ma (anakkon ni ompungta boruon ma na gabe raja torus mangganti ompung ta Raja Sijorat ParLiman sahat tu na pasampuluhon nuaeng), jala ompungta boru paduahon ima ompung boru Butar-Butar; na patoluhon ma ompungta boru SIAGIAN, jala na paopathon ima ompungta boru Hasibuan.

    BalasHapus